Persamaan kedudukan antara kaum laki-laki dan perempuan menjadi ajaran penting dalam agama Islam. Banyaknya aturan hukum yang telah ditetapkan Islam kepada seluruh umat muslim bertujuan untuk meminimalisir konflik akibat deskriminasi yang dilakukan baik kepada kaum laki-laki maupun perempuan. Pesamaan kedudukan tersebut lebih dikenal dengan istilah kesetaraan gender.
Dari sudut pandang Islam, Islam telah memerdekakan kaum perempuan agar mendapatkan hak yang sama dan sejajar dengan laki-laki. Karena sejak zaman Rasulullah SAW perempuan telah ikut andil di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah Tsumal al- Qahramanah. Beliau merupakan hakim perempuan yang terkenal pada masa pemerintahan khalifah al-Muqtadir (Magdalena, 2017: 14).
Gender sebenarnya tidak hanya membahas persoalan perempuan saja. Akan tetapi, lebih memfokuskan pada perempuan. Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena dulu perempuan menjadi kaum yang terpinggirkan (Kurniawati & Muafiah, 2023: 26). Seiring berkembangnya zaman banyak wacana yang melatarbelakangi upaya untuk melakukan sosialisasi ketidakadilan gender. Hal tersebut dapat diyakini sebagai upaya untuk menyadarkan bahwa ketidakadilan gender masih ada di lingkup kehidupan masyarakat sehingga perlu adanya solusi untuk mengatasi problematika tersebut. Banyak bidang yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk melakukan sosialisasi ketidakadilan gender salah satunya melalui Lembaga Pendidikan di pondok pesantren.
Pesantren merupakan Lembaga Pendidikan yang berperan penting dan telah menjadi subkultur masyarakat Indonesia (Syafe’i, 2017: 61). Pendidikan pesantren di Indonesia hingga saat ini terus menekankan pada pendidikan moral dan karakter. Hal inilah yang dapat menciptakan kader-kader ilmuan berlatar belakang santri yang berkompetensi unggul dan berwawasan luas sesuai dengan ajaran agama Islam. Dengan demikian, kiprah santri dapat dirasakan oleh masyarakat luas dalam berbagai hal.
Konsep gender dalam Islam mengacu pada ayat-ayat Al-Qur’an sebagai substansi yang dapat mewujudkan keadilan dan kebajikan antara kaum laki-laki dan perempuan. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Hujurat (49): 13 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti. (QS. Al-Hujurat (49): 13).
Pada ayat tersebut Allah tidak membedakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam meraih kemuliaan di sisi-Nya. Bahwasanya kemuliaan memang tidak ada kaitannya dengan perbedaan jenis kelamin, kewarganegaraan, dan warna kulit. Allah telah menciptaan laki-laki dan perempuan dalam bentuk terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat. Oleh karena itu, Allah tidak mengenal perbedaan antara keduanya karena dihadapan Allah semua memiliki kedudukan dan derajat yang sama.
Bentuk Keadilan dan Kesetaraan Gender Di Pondok Pesantren Al-Fattah
Kesetaraan gender diartikan sebagai suatu kondisi dimana antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan wewenang yang sama agar dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Fenomena kesetaraan gender tersebut terlihat di lingkungan pondok pesantren Al-Fattah Kartasura. Al-Fattah merupakan pondok mahasiswa yang terdiri dari 75 santri putera dan 200 santri puteri.
Di pondok tersebut terdapat berbagai program kegiatan yang dirancang pengurus bersama pengasuh pondok beberapa diantaranya telah memperlihatkan adanya kesetaraan gender. Misalnya pada kegiatan muhadarah rutinan yang dilaksanakan setiap malam minggu di serambi masjid. Kegiatan tersebut melibatkan seluruh santri putera dan puteri yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh santri agar dapat melatih mental dan keberanian ketika berbicara di depan umum (Hidayat, 2016: 139).
Kegiatan muhadarah menjadi upaya dan sikap yang ditanamkan oleh pengasuh pondok pesantren yaitu Kyai Muhammad Mahbub, S. Ag., M. Si. kepada seluruh santri Al-Fattah agar selalu aktif dalam kegiatan yang telah disusun pengurus bersama pengasuh pondok. Melalui kegiatan muhadarah mampu melatih keahlian public speaking santri. Mau bagaimanapun santri yang notabenenya juga seorang mahasiswa harus memiliki kemampuan public speaking yang baik.
Setiap peringatan Hari Santri Nasional (HSN) pondok pesantren Al-Fattah selalu ikut memeriahkan pekan santri tersebut melalui pengadaan lomba-lomba yang wajib diikuti oleh seluruh santri. Hal ini dapat dibuktikan ketika perlombaan kreasi nadzom yang diperuntukkan bagi setiap jejang kelas di pondok tersebut. Setiap kelas wajib mendelegasikan 10-15 santri sebagai peserta lomba yang terdiri dari santri putera dan puteri. Dalam perlombaan tersebut terlihat jelas keadilan dan kesetaraan gender antar santri. Mereka saling bekerja sama untuk menampilkan performance terbaik melalui kekompakan santri demi meraih juara.
Di pondok pesantren Al-Fattah juga terdapat beberapa peraturan yang telah diberlakukan sesaui kesepakatan bersama pengasuh pondok. Peraturan tersebut wajib ditaati oleh seluruh santi. Salah satunya yaitu kebebasan santri pada saat jam keluar malam. Bagi santri puteri tidak diperbolehkan keluar setelah dikumandangkannya adzan Maghrib. Peraturan tersebut dibuat dan diberlakukan bukan tanpa alasan. Karena sebenarnya peraturan tersebut sebagai bentuk sebuah penghormatan kepada kaum perempuan.
Jadi, sebagai representasi dari lembaga pendidikan Islam pondok pesantren dapat memberikan kesempatan kepada seluruh santri untuk dapat mengekspresikan gagasannya dalam berorganisasi dan ikut aktif terlibat dalam berbagai kegiatan besar. Nilai kesetaraan gender di pondok pesantren Al-Fattah dapat dilihat dari interaksi antar santri putera dan santri puteri yang saling menghormati.
Keadaan sebenarnya bukan karena adanya wacana kesetaraan gender yang saat ini sedang marak di masyarakat. Akan tetapi, adanya pemahaman dari pengasuh pondok pesantren mengenai cara Islam memandang dan memperlakukan perempuan dan sesama. Pemahaman tersebut kemudian diterapkan oleh pengasuh kepada seluruh santri dengan melalui berbagai program kegiatan keagamaan.
Author : Alifia Nur Aini
Add Comment