Memasuki bulan Romadhon yang kesekian kalinya, para santri Al-Fattah masih istiqomah menjalankan amalan ibadah. Keistiqomahan mereka tetap terjaga lantaran adanya peraturan bagi setiap santri wajib jama’ah tarawih dimasjid dan mengikuti ngaji kilatan romadhon sehabis tarawih usai.
Kilatan merupakan kebiasaan mengkhatamkan kitab sesuai target dan hanya dilakukan saat posonan. Kebiasaan ini sudah mendarah daging bagi para santri terutama dikalangan pesantren salaf. Tak jarang banyak santri yang rela berangkat kepondok lagi untuk mengikuti kajian ini.
Ngaji kilatan biasanya disebut ngaji pasaran ini ternyata menuai banyak manfaat. Pasalnya semua yang diajarkan dipondok sejatinya mengandung nilai kemanfaatan. Adapun kok belum menemukannya, maka keberadaan kita dipondok perlu dipertanyakan.
Full barokah full bahan mentah
Ngaji pasaran yang identik dengan bandongan, full maknani, minim penjelasan, dan mocone yang super cepat itu usut punya usut ternyata full barokah full punya bahan mentah. Full barokah memang jelas adanya, seorang santri yang ikhlas lillahi ta’ala mengaji tentu akan memperoleh berkah oleh Allah swt. Lalu kok full bahan mentah? Pasti kalian bertanya-tanya.
Jadi mengutip quotes dari akun instagramnya @elnahrowi salah satu alumnus Lirboyo, bahan mentah ini maksutnya adalah bahan diskusi. Yaps, ketika dikelas kita hanya maknani tok dengan penjelasan yang sedikit pasti naluri santri akan bertanya-tanya. Kenapa Abah bacanya jazem? kenapa khobar boleh didahulukan?. Maka muncullah rasa ingin tahu dan daya kritis seorang santri.
Walhasil pertanyaan semacam inilah yang nantinya akan memunculkan forum diskusi. Kegiatan belajar tidak hanya berlangsung dikelas saja. Tetapi setelah satu majelis selesai akan muncul majelis lagi. Nah, musyawarah dan majelis inilah yang diwadahi dalam kelas mutola’ah dan kelas diskusi. Gus Yusron menyebutnya dengan istilah ada kelas setelah kelas. Melalui dua forum tersebut, santri akan mengolah lagi bahan mentah yang diberikan Kyai agar menjadi produk yang siap konsumsi.
Namun diskusi dan mutola’ah itu kembali lagi pada santri. Apakah ia mau menjelajahi dan bermumet ria dengan kitabnya lagi atau malah memilih handphone sebagai pengganti dan meletakkan kitabnya diujung lemari. Naudzubillah tsuma naudzhubillah.
Author : Maya Hariyanti
Add Comment