Percikan embun setika mengusik panorama alam bawah sadarku
Menggugah si telingga yang masih terdampar diatas guguran egoisnya angin
Kulihat senja menutup hitam penaku
Mengukir dilembar lusuh yang pantas ku tutupi gelapnya telapak kaki
Gemuruh..
Jeritan deru sendu membuatku tertunduk dengan kepalan jemari
Dentuman ribuan nadi seketika terhenti tanpa ilusi
Tiba-tiba pak lonceng menyeru tak ramah
Membuat riuhnya canda seketika berganti bisikan sepi
Biadab memang, mengapa kau tak pandang meraka yang bosan hidup?
Mengapa harus mereka yang mampu menahan peliknya asa
Ancur.. lebur. “Diam !!” lontar Pak Lonceng jua.
Sebercanda itukah kau? meraba tanpa menerka
Kau lenyapkan begitu saja gelak tawa manusia dikolong jembatan. Kejam !
Menelan jutaan mimpi yang belum terabadikan
Gaduh.. Corona.
Mengundang isak haru dibilik jendela
Menyapa manusia-manusia yang tak berdosa
Bahkan kau pupuskan indahnya fatamorgana dibalik buana
Pergilah kau !!
Rasanya rindu ini cukup sudah
Ahh entahlah…
Menyayat luka, menderai lara
Karena kau, corona.
Add Comment