Di tengah maraknya teknologi yang terus berkembang dan persaingan global yang sangat ketat, tidak dapat dihindari oleh siapapun, para pemuda dari belahan dunia, juga santrisantri yang berkhidmat di pesantren harus dihadapkan oleh tantangan demi tantangan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Di era globalisasi ini, budaya dan tradisi lokal bukanlah penghalang bagi generasi muda, termasuk para santri, untuk selalu berpartisipasi dalam
mengarungi dinamika global dan mampu bersaing penuh dalam perjuangan yang lebih sehat.
Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, Pesantren memiliki gaya pembelajaran yang sangat unik, selain memasukan nilai-nilai agama sebagai penerapan, santri juga mendapatkan ilmu-ilmu sosial-nasionalisme.Sehingga dengan gaya pembelajaran tersebut, pesantren telah berperan aktif dalam membentuk karakter dan kepemimpinan para santri. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana pesantren dapat mempersiapkan santri-santrinya agar dapat bersaing dan beradaptasi dengan lingkungan global yang terus berubah-ubah? Bagaimana pesantren dapat menjembatani kesenjangan antara tradisi dan modernitas dengan ilmu pengetahuan, sehingga santri-santri tidak hanya menjadi penjaga nilai-nilai lokal, tetapi juga menjadi agen perubahan yang mampu bersaing secara global? Dan bagaimana tantangan utama yang harus dihadapi santri dalam maraknya persaingan global, dan adakah peluang santri kedepannya?
Mengutip dari laman jatim.nu.or.id tentang Achmad ghazali, santri Madura yang berhasil berkarir di lembaga terkemukaka di Jepang, yatitu National Agriculture and Food Research Organisation (NARO). Beliau menuturkan ”Santri memiliki potensi yang besar,santri memiliki kekuatan tambahan, yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan inilah, yang akan menjadi penyeimbang hidup menuju manusia unggul.” Selain kecerdasan emosional dan intelektual ternyata pesantren telah memfasilitasi santri-santri dengan kecerdasan spiritual yang akan mengantarkannya dalam bersaing sehat dan beradaptasi dengan perkembangan lingkungan global.
Dalam mengantisipasi ketertinggalan dinamika persaingan global, pemberlakuan sumber daya santri adalah kunci utama untuk meraih keberhasilan dalam persaingan di era globalisasi. Pemberdayaan santri ini biasanya dilakukan oleh pesantren dengan membekali sejumlah keahlian tertentu sesuai dengan program yang berada pada pesantren tersebut.Keterampilan yang biasanya sangat menonjol dari santri adalah khot Arab (tulisan arab yang sangat indah). Hal ini dibuktikan oleh Zainul Mujib, santri di Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar yang mampu bersaing melalui keterampilan kaligrafinya. Dengan membuat kelas kaligrafi secara online yang diikuti oleh negara-negara Asia.
”Jadi peserta dari kelas ini bukan hanya dari Indonesia saja, tapi juga ada dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalamn, dan lain sebagainya.” Ungkapnya pada media Kabar Jombang.com.
Kecakapan dalam berkomunikasi merupakan poin plus yang tidak dimiliki oleh setiap manusia. Maka, ketika santri telah menguasai satu atau lebih dari keterampilan, santri juga harus cakap dalam berkomunikasi. Sebagai cikal bakal dalam era globalisasi ini, santri memiliki tuntunan menguasai bahasa asing. Karena, dengan menguasai bahasa asing, santri akan lebih mudah dalam mengeksplor karya-karya yang dihasilkan dari keterampilannya.
Semakin majunya perkembangan zaman maka semakin banyak pula tantangan yang harus dihadapi oleh generasi muda, termasuk para santri. Dalam opininya Prof. Abdul Mustaqim pada Islam santun.org setidaknya ada dua tantangan yang harus dihadapi generasi muda khususnya para santri.
Pertama, munculnya orang-orang yang cakap pada selain bidangnya.
Dengan sanad yang jelas dan segi keilmuan yang mumpuni, seharusnya santri berani keluar untuk tampil menggantikan mereka yang sebenarnya hanya mengandalkan publik speaking lalu berlebihannya semangat dalam menyampaikan nilai-nilai agama, padahal mereka tidak lebih dari kelompok yang tidak mengerti apa-apa mengenai agama dan terkadang hanya mencari keteran semata.
Kedua, kuatnya sistem kapitalisme sehingga perekonomian semakin berat.
Mengembangkan keterampilan soft skill dan hard skill merupakan suatu hal yang perlu ditekuni generasi muda juga para santri di era kapitalisme globaal ini. Sehingga kelak, ketika mereka pulang ke masyarakat telah siap bersaing dalam hal ekonomi maupun dakwah.
Beralih dari tantangan, maka santri pun memiliki peluang yang sangat besar dalam mendapatkan kursi persaingan di era globalisasi saat ini, contohnya saja sebagaimana yang telah disampaikan oleh Gus Barra dalam podcastnya yang dikutip pada media jatim.nu.or.id.
”Akpol dan Akmil itu juga memberi kesempatan untuk santri bisa masuk asalkan hafal alQur’an. Bahkan juga ada jalur di universitas-universitas yang lebih mendahulukan mereka
yang hafal al-Qur’an.”
Dengan pendidikan pesantren yang unik juga ciri khas yang melekat pada nilai-nilai kebudayaan dan tradisi, menjadikan santri mampu berfikir kreatif tanpa meninggalkan nilainilai keluhuran bangsa. Dengan demikian, santri bukanlah hal yang terpandang remeh di muka globalisasi. Sebagaimana pemuda umumnya santri juga mampu bersaing dengan pemuda-pemuda dari berbagai mancanegara dengan mengembangkan soft skill dan hard skill secara inovatif juga kreatif.
Author : Surya Ramadhan
Add Comment