Imam al-Muhaddits al-Faqih al-Qudwah Abi Abdillah Muhammad bin Musa bin Nu’man al-Muzaly al-Marakasyi, ialah seorang ulama Mesir bermadzhab Maliki yang lahir pada tahun 606 H. Diceritakan, beliau begitu mendalami bahasa Arab sampai menghafal al-Kitab, magnum opus dalam bidang nahwu karya Imam Sibawaih. Bertahun-tahun belajar di Marskesh beliau kemudian mengembara ke Mesir untuk belajar(mencari) hadits. Salah satu gurunya adalah Imam Al-‘Izz bin Abdissalam. Wafat pada tanggal 9 Ramadhan 683 H. Di antara karyanya adalah Mishbah al-Dholam fi al-Mustaghitsin bikhair al-Anam, Wadhaif fi al-Manthiq, Uddah al-Mujahidin.
Kitab Mishbah al-Dholam fi al-Mustaghitsin bikhair al-Anam adalah salah satu kitab beliau yang berisi riwayat orang-orang yang meminta pertolongan kepada sang manusia terbaik, Nabi Muhammad Saw. Ada sebuah cerita menarik tentang pertaubatan Nabi Adam a.s.
Diriwayatkan dari sahabat Maisarah r.a., ia bertanya kepada Rasulullah Saw,
“Ya RasulalLah, sejak kapan engkau menjadi seorang Nabi?”
Nabi Saw menjawab, “Ketika Allah menciptakan bumi lalu naik ke langit dan menciptakan arsy, Allah menulis pada tiang arsy ‘Muhammad Rasulullah Khatamul Anbiya’(Muhammad adalah utusan Allah Sang pemungkas para nabi). Kemudian Allah menciptakan surga yang bakal ditempati Adam dan Hawa, lalu Allah menulis namaku pada pintu-pintu, daun-daun, kubah-kubah, tenda-tenda yang ada di dalam surga sedangkan Adam masih di antara ruh dan jasad.
Ketika Allah menghidupkan Adam, yang pertama ditatap Adam adalah arsy dan di sana ia melihat namaku. Kemudian Allah memberi tahu Adam bahwa aku adalah penghulu seluruh keturunannya. Lalu ketika mereka berdua(Adam dan Hawa) tertipu syaitan, mereka berdua bertaubat dan meminta pertolongan (kepada Allah) dengan namaku.”
Dalam riwayat lain dari Sayyidina Umar bin Khattab r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Ketika Adam melanggar larangan Allah, ia bermunajat, ‘Ya Rabb, dengan haq Muhammad, aku memohon kepadaMu, ampunilah dosaku,’ lalu Allah bertanya, ‘Wahai Adam, dari mana kautahu kekasihKu, Muhammad, sedang Aku belum menciptakannya?’ lalu Adam menjawab, ‘Ketika Engkau menciptakanku dengan tangan(kekuasaan)Mu, lalu meniupkan ruhMu ke dalam jasadku, lalu kuangkat kepalaku, maka aku melihat di setiap tiang arsy tertulis Laailahaillah Muhammad Rasulullah. Maka dari itu aku tahu, tak mungkin Engkau menyandingkan namaMu kecuali dengan mak hluk yang paling Engkau cintai.’ Lalu Allah menjawab, ‘Kau benar, wahai Adam, dia(Muhammad) adalah kekasihKu, karena kau meminta bihaqqi Muhammad, kau telah Kuampuni, andai bukan karena Muhammad tak kan kuciptakan kau.”
Di dalam riwayat selanjutnya, dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata, suatu ketika putra-putri Adam berselisih satu sama lain tentang siapa yang paling mulia, yang satu mengatakan bahwa bapaknya lah yang paling mulia, karena para malaikat dibuat sujud kepadanya, sedangkan yang lain mengatakan bahwa Jibril lah yang paling mulia.
Mendengar perselisihan mereka lalu Adam keluar, “Ada apa kalian semua ini?” tanya Adam. Kemudian mereka menjelaskan ihwal perselisihan mereka. Akhirnya Adam menjelaskan kepada mereka baik-baik. “Wahai anak-anakku, ketahuilah bahwa Allah meniupkan ruhNya ke dalam diriku, dan yang pertama kali terbuka adalah mataku, aku melihat lafal Laailaahaillallah Muhammad Rasulullah di atas arsy. Kemudian ketika aku melanggar larangan Allah aku bermunajat kepadaNya, “Ya Rabb, bihaqqi Muhammad, aku memohon kepadaMu, terimalah taubatku.” Lalu Allah mengampuni dosaku. Maka Muhammad lah makhluk yang paling mulia, bukan bapakmu ini, bukan pula Jibril.”
Diceritakan pula di dalam kitab Kifayah al-Atqiya’ karya Sayyid Bakri bin al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyathi dari riwayat Wahb bin Munabbih r.a. ketika Allah menciptakan Adam, lalu meniupkan ruhNya ke dalam jasad Adam, Adam membuka kedua matanya dan ia melihat di pintu surga bertuliskan Laa ilaha illah Muhammad Rasulullah. Lalu ia bertanya kepada Allah, “Ya Rabb, adakah Engkau ciptakan makhluk yang lebih mulia dariku?” Allah menjawab, “Benar, wahai Adam, seorang Nabi dari keturunanmu.” Kemudian ketika Allah menciptakan Hawa untuk Adam, lalu meletakkan syahwat pada diri Adam. Jatuh cintalah Adam kepada Hawa dan meminta kepada Allah untuk menikahkannya dengan Hawa.
“Ya Rabb, nikahkanlah aku dengan dia(Hawa).”
“Berikanlah maharnya!” perintah Allah.
“Ya Rabb, mahar apa yang mesti kuberikan?”
“Berselawatlah kepada pemilik nama ini(Muhammad) sebanyak seratus kali. Jika kaulakukan maka Aku akan menikahkanmu dengannya.”
“Sami’na.”
Setelah Adam memenuhi mahar dengan membaca selawat seratus kali, akhirnya Allah menikahkannya dengan Hawa, kekasih pujaan Adam.
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad…
Oleh: Khoirul Athyabil Anwari
Editor: Khoirun Nisa
Add Comment