Pesatnya perkembangan teknologi dan masifnya penggunaan media informasi online membuat orang mudah menerima dan menyebarluaskan berita hingga konten hanya dengan sekali klik. Banyak dampak baik positif maupun negatif yang diakibatkan oleh masifnya penggunaan media informasi online atau media sosial seperti instagram, facebook, twitter dan youtube. Dalam ranah agama terutama Islam, dampak positif dari maraknya penggunaan media sosial adalah berkembangnya media dan model dakwah. Dengan membuat konten “kebajikan” atau “pesan Tuhan” yang dikemas menarik baik berupa foto, audio maupun video orang menjadi lebih mudah untuk mengenal Islam bahkan tak sedikit pula para mualaf mengenal Islam melalui media sosial. Dilansir dari republika.co.id pada 29 April 2021, di masa pandemi covid-19 media sosial juga turut membantu mualaf untuk mengenal banyak tentang Islam.
Akan tetapi dampak negatif yang mengiringi media sosial dalam ranah dakwah adalah mudahnya orang membuat berita bohong atau hoaks. Tentu ini menjadi hal yang sangat vital dalam jalan dakwah. Karena untuk menyampaikan pesan Tuhan perlu otoritas keilmuan yang mumpuni dari seorang yang telah menguasai bidang tertentu dalam agama secara komperehensif.
Memang betul dakwah adalah kewajiban dari setiap muslim, hal tersebut terekam dalam redaksi hadits balighu ‘anni walau ayat (sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat). Tentu dalam konteks mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran redaksi tersebut sangatlah relevan. Karena tidak harus menunggu seseorang berceramah di mimbar untuk “mengingatkan” kepada sesama, bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun. Seperti ungkapan undur maa qoola walaa tandur man qoola (lihatlah apa yang dikatakan jangan lihat siapa yang mengatakan). Namun apabila telah menyangkut ranah ikhtilaf dalam fikih terlebih dalam ranah akidah perlunya kualitas intelektualitas dari seseorang dalam menyampaikan agar tidak terjadi kesalahpahaman bahkan berujung pemahaman yang ekstrem baik eksrem kanan (radikal) maupun ekstrem kiri (liberal).
Dalam hal ini, santri yang dianggap mempunyai kualitas intelektualitas agama yang mumpuni harus mampu membendung arus informasi agama yang diyakini hoaks sehingga jamaah maupun masyarakat dapat lolos dari jebakan-jebakan hoaks yang terkadang membuat bingung antar jamaah. Munawir Aziz mengatakan dalam bukunya “Pahlawan Santri” bahwa para santri membentengi Indonesia dari pelbagai ancaman selama berabad-abad, dari serbuan kolonial, agresi militer hingga ancaman terhadap ideologi Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Maka pada saat ini, santri tetap mengemban peran tersebut dalam konteks yang lebih luas.
Tidak seperti dahulu yang secara terang dan tegas santri mengangkat senjata guna mengusir serbuan kolonial maupun mempertahankan NKRI, maka pada era sekarang santri harus melek IPTEK untuk melawan gerakan transnasional yang tidak jelas identitas, budaya dan paham keagamaannya yang mana sangat mudah menjangkit generasi muslim milenial melalui konten-konten di media sosial. Sehingga jihad IPTEK dalam bahasa saya sangat penting bagi seorang santri.
Setidaknya sebagai santri apalagi “mahasantri” yang mencari ilmu di perguruan tinggi, Prof. Dr. KH. Haedar Nashir menyebutkan karakter 5C yang harus kita miliki. Pertama, critical thinking yang baik. Critical thinking atau pemikiran kritis yang baik harus dibangun oleh seorang santri agar mampu melihat realitas sosial-budaya di masyarakat dan melakukan analisis sosial guna mencari solusi maupun langkah yang tepat dalam memecahkan permasalahan di kalangan masyarakat. KH. Saifuddin Zuhri menyebutkan bahwa kaum santri merupakan anak-anak rakyat yang amat paham tentang arti kata rakyat, paham betul tentang kebudayaan, kesenian, agama hingga cara hidup rakyat. Sebab itu critical thinking yang baik sangat diperlukan oleh santri sebagai bagian dari rakyat.
Kedua, creativity atau kreatifitas yang maju. Santri haruslah kreatif, mampu berinovasi dan berkarya dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat ini sehingga dapat menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat seperti konten-konten di media sosial. Sebab budaya masyarakat kita yang telah gandrung bahkan kecanduan media sosial. Selain itu santri juga harus bisa menulis dan mulai mengisi kolom-kolom jurnal maupun artikel di website dan media online lainnya agar masyarakat mendapat bacaan yang “sehat”, berkualtias dan tentu dapat dipertanggunjawabkan sumbernya. Sebab, saat tidak adanya tempat bertanya soal agama secara langsung di masyarakat maka media online menjadi tempat bertanya termudah.
Ketiga, communication atau komunikasi yang baik dengan orang lain. Santri yang sejak awal merupakan didikan langsung dari kyai atau ulama mempunyai adab dan sopan santun yang sangat baik dan menjadi nilai plus dari santri. Kunci dari komunikasi adalah bahasa, maka tutur kata dan bahasa harus sangat diperhatikan oleh seorang santri yang beradab agar dapat menjalin komunikasi yang baik pula. Selain itu, santri juga harus menguasai berbagai bahasa di era globalisasi ini agar mampu bersaing dan berkembang di ranah internasional sehingga santri tidak lagi diremehkan apalagi di cap ndeso.
Keempat, collaboration atau dapat bekerjasama. Santri harus dapat bekerjasama dengan berbagai kalangan, baik itu politikus, pengusaha, petani, nelayan dan lainnya sehingga jalan dakwah tidak hanya sebatas ceramah, khutbah maupun pengajian-pengajian. Dengan Kerjasama yang baik bersama banyak kalangan, santri akan mampu untuk mengembangkan sayap dakwahnya dan menjadikan masyarakat lebih mudah mengenal Islam yang rahmatan lil ‘alamin bukan ajaran Islam yang keras, doktriner dan ektrem.
Kelima, character atau watak, kepribadian yang jujur dan berkarakter sosial. Krisis yang sedang dialami oleh generasi milenial saat ini adalah hilangnya watak dan kepribadian yang jujur dan berkarakter sosial. Kehidupan yang serba “cepat” saat ini menjadikan mereka berlalu-lalang hanya untuk mencari materi duniawi dan sulit mendapat kepercayaan dari masyarakat karena dianggap tidak terarah. Santri haruslah mampu membangun kepercayaan di masyarakat dengan tetap memegang watak jujur dan berkarakter sosial yang kuat sehingga mempunyai daya karena telah dipercaya oleh masyarakat dan mampu mengubah tatanan masyarakat menjadi lebih baik.
Dengan begitu peranan santri di masa kini akan terasa manfaatnya bagi masyarakat, tidak hanya bagi masyarakat religi akan tetapi bagi semua kalangan masyarakat di era digital ini. Santri sebagai benteng akidah dan sebagai penjaga kedaulatan NKRI harus selalu berada pada garda terdepan dalam membendung berbagai gerakan dari luar maupun perpecahan dari dalam sendiri.
Oleh: M. Annas Firmansyah
Add Comment